Metrotvnews.com,    Jakarta: Koordinator    Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar    mengungkapkan ada indikasi dua institusi penjaga keamanan di DIY, Polda DIY    dan Kodam IV Diponegoro sudah melakukan pertemuan untuk memuluskan rencana    penyerbuan ke Lembaga Pemasayarakatan (LP) Cebongan, Sleman, 23 Maret lalu.
    
    "Sebelum tanggal 23 (Maret) itu ada indikasi-indikasi kuat    pembicaran-pembicaran yang seminimal-minimalnya untuk diketahui agar tidak    dicegah serangan ini," ujarnya saat diwawancara Metro TV, di Jakarta,    Kamis (4/4).
    
    Hal itu didasarkan atas temuan terakhir dalam investigasi pihaknya. Ia    menjelaskan, pembicaraan ini melibatkan itu melibatkan Kapolda DIY dan    sejumlah pejabat Kodam IV Diponegoro itu. Itu dilakukan pada dini hari    pasca-pembunuhan Sertu Heru Santoso, di Hugo's Cafe, 19 Maret. Isinya,    memberitahukan soal wacana penyerangan terhadap pihak-pihak yang terlibat    pembunuhan itu.
    
    "Itu menunjukan bagaimana pengetahuan sejumlah pimpinan Polri maupun TNI    (Komando) Teritori tersebut gagal cagah keamanan tahanan ini," tegas    dia.
    
    Pertemuan dua pihak itu pun dilengkapi dengan sejumlah pertemuan    masing-maisng pihak untuk melancarkan aksi itu. Dari pihak kepolisian,    pertemuan dilakukan untuk membahas pemindahan tahanan. Tujuannya, agar    pembunuhan itu tak terjadi di kandang polisi. 
    
    Sementara di pihak TNI, katanya, ada pembicaraan yang seharusnya soal rencana    itu. Indikasinya, penyerangan dilakukan tiga hari setelah kejadian, bukan    sesaat setelah kejadian pembunhan.
    
    "Tiga hari itu ada sejumlah komunikasi, sms-sms, antara sejumlah pejabat    lokal, yang harusnya diungkap dan jadi petunjuk keterlibatan negara, pejabat    yang seharusnya berwenang untuk mencegah (penyerbuan) itu," tuturnya.
    
    Soal penggunaan persenjataan AK-47 itupun, sambungnya, mengindikasikan adanya    keterlibatan pihak lain selain 11 prajurit Grup II Kartosuro itu. Sebab,    katanya, senjata itu bukanlah barang yang dimiliki masing-masing prajurit di    kamarnya. Melainkan barang inventaris gudang senjata.
    
    "Ada otoritas-otoritas tertentu yang membiarkan," ucapnya. Namun,    saat ditanya soal siapa saja yang mesti dijerat selain 11 oknum Kopassus itu,    Haris berujar, "Itu harus diuji lebih jauh."
    
    Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menimpali dengan adanya indikasi kuat    pembiaran dari Polisi dan perencanaan penyerangan dari TNI ini, seharusnya    Komnas HAM bisa masuk ke arena penyelidikan. Pasalnya, penyerbuan yang    terorganisir ini sudah bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.    (Kim)
    
    Editor: Irvan sihombing