| Wakil Ketua    Majelis Permusyawaratan Rakyat Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pemerintah    perlu membentuk tim pencari fakta untuk menyelidiki dan mengungkap pelaku    kasus penembakan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Kabupaten Sleman, Daerah    Istimewa Yogyakarta.  "Saya pikir perlu    dibentuk semacam TPF, tim pencari fakta, yang independen karena kasus ini    diduga dilakukan oleh sekelompok orang yang terlatih. Itu karena selama ini,    banyak kasus yang melibatkan TNI/Polri berakhir tidak jelas dan berlangsung    tertutup," kata Lukman dalam Dialog Pilar Negara bertema "Menata    Hubungan TNI/Polri" yang diadakan MPR di Gedung Nusantara IV MPR/DPR di    Jakarta, Senin.  Dalam insiden di Lapas    Cebongan itu empat tahanan tewas ditembak.  Dia menilai pembentukan    TPF independen tersebut penting agar masyarakat luas mengetahui `akar`    masalah yang sebenarnya dan para `aktor` yang melakukan penembakan secara    semena-mena di LP Cebongan itu.  "TPF independen ini    bisa diisi dengan para ahli pencari fakta dari kalangan yang punya    independensi, seperti akademisi atau pers," ujarnya.  Menurut dia, pembentukan    TPF independen itu perlu dilakukan karena selama TNI/Polri yang melakukan    penyelidikan terhadap kasus-kasus yang melibatkan oknum TNI atau oknum    Polisi, rakyat cenderung tidak mendapatkan informasi yang sesungguhnya.  Misalnya, kata dia, kasus    yang masih baru adalah penyerangan TNI ke Mapolres OKU, Sumatera Selatan,    ternyata rakyat tidak mengetahui perkembangan dari penanganan hukum kasus    itu.  "Kalau kasus-kasus    seperti ini terus `hilang` begitu saja, sangat mengerikan karena jelas tidak    ada kepastian hukum. Padahal, itu antara TNI dan Polri, bagaimana kalau itu    menimpa rakyat? Bukankah TNI/Polri dibiayai dengan anggaran negara?"    katanya.  Oleh karena itu, kata    Lukman, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu memanggil Panglima TNI dan    Kapolri untuk benar-benar menuntaskan kasus itu melalui jalur hukum.  Pada kesempatan itu,    kriminolog Adrianus Meliala menilai bahwa polisi kemungkinan besar sudah    mengetahui pelaku penembakan di LP Cebongan, tetapi pihak kepolisian tidak    berani bertindak sehingga menunggu `kerelaan` dari pihak TNI.  Dia juga membantah    konflik antara TNI dan Polri belakangan ini akibat kecemburuan kesejahteraan.     "Secara struktur    kepegawaian semisal remunerasi, justru TNI mendapat sebesar 60 persen dan    Polri hanya 15 persen. Memang ada masalah di internal TNI maupun Polri    sendiri, yang tidak mau melihat bahwa kedua lembaga ini memang berbeda,"    ujar Adrianus.(tp) | 
YOUR COMMENT
